PAIAN TUA PAKPAHAN
KLO MAU YANG LAINNYA LIAT AJA DI "ARSIP BLOG

Minggu, 17 Oktober 2010

ASKEP ARTHRITIS GOUT DAN RHEUMATOID ARTHRITIS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL :                                           ARTHRITIS GOUT DAN RHEUMATOID ARTHRITIS

MAKALAH










disusun untuk memenuhi tugas mata ajaran Keperawatan Medikal Bedah III







oleh :





PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN
Sekolah tinggi ilmu kesehatan santo borromeus
bandung





BAB I
PENDAHULUAN


1.1       Latar Belakang Penulisan

Pengetahuan tentang asuhan keperawatan muskuloskeleta makin dibutuhkan mahasiswa ataupun perawat selaku pemberi pelayan kesehatan. Pergeseran tingkat pendidikan pada dunia keperawatan di Indonesia menuju ere profesionalisasi menjadikan asuhan keperawatan pada pola asuhan per sistem. Perkembangan asuhan keperawatan sistem muskoskeletal sendiri sejak lama tidak lepas dari bedah ortopedi, suatu disiplin ilmu dari bagian medis yang di Indonesia sekarang ini masih belum dikenal luas oleh masyarakat. Hal ini disebabkan oleh keadaan masih adanya pereanan yang cukup besar dari ahli urut tulang (khususnya di daerah), yaitu lebih dari 25% klien berobat ke ahli urut tulang/dukun patah tanpa memnadang derajat sosial dan pendidikan dan umumnya datang ke rumah sakit setelah timbul penyulit atau penyakit sudah dalam stadium lanjut. Untuk mengantisipasi masalah tersebut, salah satu fungsi dari peranan perawat adalah mensosialisasikan pada masyarakat umum guna mencegah/menghindari hal-hal yang sebenarnya tidak perlu terjadi.
Oleh karena itu, kami menyusun makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Muskuloskeletal: Gout dan Rheumatoid Arthritis“. Dengan harapan sebagai perawat kita mampu memahami konsep penyakit yang dialami klien dengan gangguan sistem Muskuloskeletal, khususnya Gout dan Rheumatoid Arthristis, sehingga kita pun mampu memberi asuhan keperawatan yang tepat dan kontrahensif, yang meliputi pengenalan konsep anatomi fisiologi, dan patofisiologi sistem muskuloskeletal, pengkajian untuk menegakkan masalah keperawatan, perencanaan dan tindakan keperawatan, sampai mengevaluasi hasil asuhan keperawatan pada masalah sistem muskuloskeletal.     

1.2      Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai :
a.   Tujuan umum
Diharapkan agar Mahasiswa/i tingkat II Program Studi D III Keperawatan, mampu memahami tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Arthritis Guot dan Rheumatoid Arthritis.

b.  Tujuan khusus
Ø  Mahasiswa dapat memahami anatomi dan fisiologi system musculoskeletal.
Ø  Mahasiswa dapat mengetahui konsep penyakit arthritis gout.
Ø  Mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan arthritis gout.
Ø  Mahasiswa dapat mengetahui konsep penyakit rheumatoid arthritis.
Ø  mahasiswa dapat mengerti tentang konsep asuhan keperawatan pada klien dengan rheumatoid arthritis.
Ø  Mahasiswa dapat mengaplikasikan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem muskuloskeletal : Arthritis Guot dan Rheumatoid Arthritis.

1.3       Metode Penulisan
Dalam menyusun makalah ini, penulis mengunakan metode  deskriptif yaitu dengan mengumpulkan data-data yang diambil dari sumber buku perpustakaan, diskusi kelompok, serta konsultasi dengan dosen pembimbing.

1.4       Sistematika penulisan
Dalam penyusunan makalah ini, penulis membagi dalam tiga bab, yaitu BAB I Pendahuluan yang berisi: latar belakang penulisan, tujuan penulisan, metode penulisan, sistematika penulisan. BAB II Tinjauan Teoritis yang berisi : anatomi fisiologi sistem muskuloskeletal, konsep penyakit arthritis gout, konsep asuhan keperawatan pada klien dengan arthritis guot, konsep penyakit rheumatoid arthritis, dan konsep asuhan keperawatan pada klien dengan rheumatoid arthritis. BAB III  Penutup berisi: kesimpulan dan saran.














BAB II
TINJAUAN TEORETIS



2.1  ANATOMI FISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL
1.   Anatomi Fisiologi Rangka
Muskuloskeletal berasal dari kata muscle (otot) dan skeletal (tulang). Rangka (skeletal) merupakan bagian tubuh yang terdiri dari tulang, sendi dan tulang rawan (kartilago), sebagai tempat menempelnya otot dan memungkinkan tubuh untuk mempertahankan sikap dan posisi.

                       Gambar : tulang pada tubuh manusia
    (http://kerzt.files.wordpress.com/2009/02/normal.gif)

Rangka manusia dewasa tersusun dari tulang – tulang (sekitar 206 tulang ) yang membentuk suatu kerangka tubuh yang kokoh. Walaupun rangka terutama tersusun dari tulang, rangka di sebagian tempat dilengkapi dengan kartilago. Rangka digolongkan menjadi rangka aksial, rangka apendikular, dan persendian.

a.   Rangka aksial, melindungi organ-organ pada kepala, leher, dan torso.
1.   Kolumna vertebra
2.   Tengkorak
v Tulang cranial : menutupi dan melindungi otak dan organ-organ panca indera.
v Tulang wajah : memberikan bentuk pada muka dan berisi gigi.
v Tulang auditori : terlihat dalam transmisi suara.
v Tulang hyoid : yang menjaga lidah dan laring.
b.   Rangka apendikular, tulang yang membentuk lengan tungkai dan tulang pectoral serta tonjolan pelvis yang menjadi tempat melekatnya lengan dan tungkai pada rangkai aksial.
c.   Persendian, adalah artikulasi dari dua tulang atau lebih.
Fungsi Sistem Rangka :
1.   Tulang sebagai penyangga (penopang); berdirinya tubuh, tempat melekatnya ligamen-ligamen, otot, jaringan lunak dan organ, juga memberi bentuk pada tubuh.
2.   Pergerakan ; dapat mengubah arah dan kekuatan otot rangka saat bergerak, adanya persendian.
3.   Melindungi organ-organ halus dan lunak yang ada dalam tubuh.
4.   Pembentukan sel darah (hematopoesis / red marrow).
5.   Tempat penyimpanan mineral (kalium dan fosfat) dan lipid (yellow marrow).

Menurut bentuknya tulang dibagi menjadi 4, yaitu :
F Tulang panjang, terdapat dalam tulang paha, tulang lengan atas
F Tulang pendek (carpals) bentuknya tidak tetap dan didalamnya terdiri dari tulang karang, bagian luas terdiri dari tulang padat.
F Tulang ceper yang terdapat pada tulang tengkorak yang terdiri dari 2 tulang karang di sebelah dalam dan tulang padat disebelah luar.
F Bentuk yang tidak beraturan (vertebra) sama seperti tulang pendek.

Struktur Tulang
Dilihat dari bentuknya tulang dapat dibagi menjadi tulang pendek, panjang, tulang berbentuk rata (flat) dan tulang dengan bentuk tidak beraturan. Terdapat juga tulang yang berkembang didalam tendon misalnya tulang patella (tulang sessamoid). Semua tulang memiliki sponge tetapi akan bervariasi dari kuantitasnya.Bagian tulang tumbuh secara longitudinal,bagian tengah disebut epiphyse yang berbatasan dengan metaphysic yang berbentuk silinder.
Vaskularisasi. Tulang merupakan bagian yang kaya akan vaskuler dengan total aliran sekitar 200-400 cc/menit.Setiap tulang memiliki arteri menyuplai darah yang membawa nutrient masuk di dekat pertengahan tulang kemudian bercabang ke atas dan ke bawah menjadi pembuluh darah mikroskopis, pembuluh ini menyuplai korteks, morrow, dan sistem harvest.
Persarafan. Serabut syaraf simpatik dan afferent (sensorik) mempersarafi tulang dilatasi kapiler dan di control oleh saraf simpatis sementara serabut syaraf efferent menstramisikan rangsangan nyeri.
Pertumbuhan dan Metabolisme Tulang
   Setelah pubertas tulang mencapai kematangan dan pertumbuhan maksimal. Tulang merupakan jaringan yang dinamis walaupun demikian pertumbuhan yang seimbang pembentukan dan penghancuran hanya berlangsung hanya sampai usia 35 tahun. Tahun –tahun berikutnya rebsorbsi tulang mengalami percepatan sehigga tulang mengalami penurunan massanya dan menjadi rentan terhadap injury.Pertumbuhan dan metabolisme tulang di pengaruhi oleh mineral dan hormone sebagai berikut :
·       Kalsium dan Fosfor. Tulang mengandung 99% kalsium dan 90% fosfor. Konsentrasi ini selalu di pelihara dalam hubungan terbalik. Apabila kadar kalsium meningkat maka kadar fosfor akan berkurang, ketika kadar kalsium dan kadar fosfor berubah, calsitonin dan PTH bekerja untuk memelihara keseimbangan.
·       Calsitonin di produksi oleh kelenjar tiroid memiliki aksi dalam menurunkan kadar kalsium jika sekresi meningkat di atas normal. Menghambat reabsorbsi tulang dan meningkatkan sekresi fosfor oleh ginjal bila di perlukan.
·       Vit. D. diproduksi oleh tubuh dan di trasportasikan ke dalam darah untuk meningkatkan reabsorbsi kalsium dan fosfor dari usus halus, juga memberi kesempatan untuk aktifasi PHT dalam melepas kalsium dari tulang.

Proses Pembentukan Tulang
        Pada bentuk alamiahnya, vitamin D di proleh dari radiasi sinar ultraviolet matahari dan beberapa jenis makanan. Dalam kombinasi denagan kalsium dan fosfor, vitamin ini penting untuk pembentukan tulang.
            Vitamin D sebenarnya merupakan kumpulan vitamin-vitamin, termasuk vitamin D2 dan D3. Substansi yang terjadi secara alamiah ialah D3 (kolekalsiferol), yang dihasilkan olehakifitas foto kimia pada kulit ketika dikenai sinar ultraviolet matahari. D3 pada kulit atau makanan diwa ke (liver bound) untuk sebuah alfa – globulin sebagai transcalsiferin,sebagaian substansi diubah menjadi 25 dihidroksi kolekalsiferon atau kalsitriol. Calcidiol kemudian dialirkan ke ginjal untuk transformasi ke dalam metabolisme vitamin D aktif mayor, 1,25 dihydroxycho lekalciferol atau calcitriol. Banyaknya kalsitriol yang di produksi diatur oleh hormone parathyroid (PTH) dan kadar fosfat di dalam darah, bentuk inorganic dari fosfor penambahan produksi kalsitriol terjadi bila kalsitriol meningkat dalam PTH atau pengurangan kadar fosfat dalam cairan darah.
        Kalsitriol dibutuhkan untuk penyerapan kalsium oleh usus secara optimal dan bekerja dalam kombinasi dengan PTH untuk membantu pengaturan kalsium darah. Akibatnya, kalsitriol atau pengurangan vitamin D dihasilkan karena pengurangan penyerapan kalsium dari usus, dimana pada gilirannya mengakibatka stimulasi  PHT dan pengurangan,baik itu kadar fosfat maupun kalsium dalam darah.
·       Hormon parathyroid. Saat kadar kalsium dalam serum menurun sekresi hormone parathyroid akan meningkat aktifasi osteoclct dalam menyalurkan kalsium ke dalam darah lebih lanjutnya hormone ini menurunkan hasil ekskresi kalsium melalui ginjal dan memfasilitasi absorbsi kalsium dari usus kecil dan sebaliknya.
·       Growth hormone bertanggung jawab dalam peningkatan panjang tulang dan penentuan matriks tulang yang dibentuk pada masa sebelum pubertas.
·       Glukokortikoid mengatur metabolism protein. Ketika diperlukan hormone ini dapat meningkat atau menurunkan katabolisme untuk mengurangi atau meningkatkan matriks organic. Tulang ini juga membantu dalam regulasi absorbsi kalsium dan fosfor dari usus kecil.
·       Seks hormone estrogen menstimulasi aktifitas osteobalstik dan menghambat hormone paratiroid. Ketika kadar estrogen menurun seperti pada masa menopause, wanita sangat rentan terjadinya massa tulang (osteoporosis).

Persendian
        Persendian dapat diklasifikasikan menurut struktur (berdasarkan ada tidaknya rongga persendian diantara tulang-tulang yang beratikulasi dan jenis jaringan ikat yang berhubungan dengan paersendian tersebut) dan menurut fungsi persendian (berdasarkan jumlah gerakan yang mungkin dilakukan pada persendian).






Gambar. Sendi                                                                                                (http://www.e-dukasi.net/mapok/mp_files/mp_376/images/hal14a.jpg)
Ø Klasifikasi struktural persendian :
ü Persendian fibrosa
ü Persendian kartilago
ü Persendian synovial.

Ø Klasifikasi fungsional persendian :
ü Sendi Sinartrosis atau Sendi Mati
Secara structural, persendian ii dibungkus dengan jaringan ikat fibrosa atau kartilago.
ü Amfiartrosis
Sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan terjadinya sedikit gerakan sebagai respon terhadap torsi dan kompresi .
ü Diartrosis
Sendi ini dapat bergerak bebas,disebut juga sendi sinovial.Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial,suatu kapsul sendi yang menyambung kedua tulang, dan ujung tilang pada sendi sinovial dilapisi kartilago artikular.

Ø Klasifikasi persendian sinovial :
ü Sendi sfenoidal : memungkinkan rentang gerak yang lebih besar,menuju ke tiga arah. Contoh : sendi panggul dan sendi bahu.
ü Sendi engsel : memungkinkan gerakan ke satu arah saja. Contoh : persendian pada lutut dan siku.
ü Sendi kisar : memungkinkan terjadinya rotasi di sekitar aksis sentral.Contoh : persendian antara bagian kepala proximal tulang radius dan ulna.
ü Persendian kondiloid : memungkinkan gerakan ke dua arah di sudut kanan setiap tulang. Contoh : sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
ü Sendi pelana : Contoh : ibu jari.
ü Sendi peluru : memungkinkan gerakan meluncur antara satu tulang dengan tulang lainnya. Contoh : persendian intervertebra.

2.   Anatomi Fisiologi Otot.
Otot (muscle) adalah jaringan tubuh yang berfungsi mengubah energi kimia menjadi kerja mekanik sebagai respon tubuh terhadap perubahan lingkungannya. Jaringan otot, yang mencapai 40% -50% berat tubuh,pada umumnya tersusun dari sel-sel kontraktil yang serabut otot. Melalui kontraksi, sel-sel otot menghasilkan pergerakan dan melakukan pekerjaan.


Ø Fungsi sistem Muskular
ü Pergerakan
ü Penopang tubuh dan mempertahankan postur
ü Produksi panas.
Ø Ciri-ciri otot

ü Kontraktilitas
ü Eksitabilitas
ü Ekstensibilitas
ü Elastisitas.

Ø Klasifikasi Jaringan Otot
Otot diklasifikasikan secara structural berdasarkan ada tidaknya striasi silang (lurik), dan secara fungsional berdasarkan kendali konstruksinya,volunteer (sadar) atau involunter (tidak sadar), dan juga berdasarkan lokasi,seperti otot jantung, yang hanya ditemukan di jantung.
Ø Jenis-jenis Otot
ü Otot rangka adalah otot lurik,volunter, dan melekat pada rangka.
ü Otot polos adalah otot tidak berlurik dan involunter. Jenis otot ini dapat ditemukan pada dinding organ berongga seperti kandung kemih dan uterus, serta pada dinding tuba, seperti pada sistem respiratorik, pencernaan,reproduksi, urinarius, dan sistem sirkulasi darah.
ü Otot jantung adalah otot lurik,involunter, dan hanya ditemukan pada jantung.













       Gambar. Otot pada tubuh manusia

2.2  ARTHRITIS GOUT

A.  PENGERTIAN

v Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. (Merkie, Carrie. 2005).
v Gout merupakan penyakit  metabolic yang ditandai oleh penumpukan asam urat yang menyebabkan nyeri pada sendi. (Moreau, David. 2005;407).
v Gout merupakan kelompok keadaan heterogenous yang berhubungan dengan defek genetic  pada metabolism purin atau hiperuricemia. (Brunner & Suddarth. 2001;1810).
v Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut. (http://denfirman.blogspot.com/2009/09/neprolitiasis.html).
v Jadi, Gout atau  sering disebut “asam urat” adalah suatu penyakit metabolik dimana tubuh tidak dapat mengontrol asam urat sehingga terjadi penumpukan asam urat yang menyebabkan rasa nyeri pada tulang dan sendi. (Kesimpulan Kelompok).

  








Gbr. Tofi
Gambar : gout






B.  ETIOLOGI
Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Beberapa factor lain yang mendukung, seperti :                        
·       Faktor genetik seperti gangguan metabolisme purin yang menyebabkan asam urat berlebihan (hiperuricemia), retensi asam urat, atau keduanya.
·       Penyebab sekunder yaitu akibat obesitas, diabetes mellitus, hipertensi, gangguan ginjal yang akan menyebabkan :
-   Pemecahan asam yang dapat menyebabkan hiperuricemia.
-   Karena penggunaan obat-obatan yang menurunkan ekskresi asam urat seperti : aspirin, diuretic, levodopa, diazoksid, asam nikotinat, aseta zolamid dan etambutol.

C.    INSIDEN
95% penderita Gout ditemukan pada pria. Gout sering menyerang wanita post menopouse usia 50 – 60 tahun. Juga dapat menyerang laki-laki usia pubertas dan atau usia di atas 30 tahun. Penyakit ini paling sering mengenai sendi metatrsofalangeal, ibu jari kaki, sendi lutut dan pergelangan kaki.

D.    PATOFISIOLOGI
Adanya gangguan metabolisme purin dalam tubuh, intake bahan yang mengandung asam urat tinggi, dan sistem ekskresi asam urat yang tidak adequat akan menghasilkan akumulasi asam urat yang berlebihan di dalam plasma darah (Hiperurecemia), sehingga mengakibatkan kristal asam urat menumpuk dalam tubuh. Penimbunan ini menimbulkan iritasi lokal dan menimbulkan respon inflamasi.
Hiperurecemia merupakan hasil :
ü   Meningkatnya produksi asam urat akibat metabolisme purine abnormal.
ü   Menurunnya ekskresi asam urat.
ü   Kombinasi keduanya.
Saat asam urat menjadi bertumpuk dalam darah dan cairan tubuh lain, maka asam urat tersebut akan mengkristal dan akan membentuk garam-garam urat yang akan berakumulasi atau menumpuk di jaringan konectiv diseluruh tubuh, penumpukan ini disebut tofi. Adanya kristal akan memicu respon inflamasi akut dan netrofil melepaskan lisosomnya. Lisosom tidak hanya merusak jaringan, tapi juga menyebabkan inflamasi.

Pada penyakit gout akut tidak ada gejala-gejala yang timbul. Serum urat maningkat tapi tidak akan menimbulkan gejala. Lama kelamaan penyakit ini akan menyebabkan hipertensi karena adanya penumpukan asam urat pada ginjal.
Serangan akut pertama biasanya sangat sakit dan cepat memuncak. Serangan ini meliputi hanya satu tulang sendi. Serangan pertama ini sangat nyeri yang menyebabkan tulang sendi menjadi lunak dan terasa panas, merah. Tulang sendi metatarsophalangeal biasanya yang paling pertama terinflamasi, kemudian mata kaki, tumit, lutut, dan tulang sendi pinggang. Kadang-kadang gejalanya disertai dengan demam ringan. Biasanya berlangsung cepat tetapi cenderung berulang dan dengan interval yang tidak teratur.
 Periode intercritical adalah periode dimana tidak ada gejala selama serangan gout.  Kebanyakan pasien mengalami serangan kedua pada bulan ke-6 sampai 2 tahun setelah serangan pertama. Serangan berikutnya disebut dengan polyarticular yang tanpa kecuali menyerang tulang sendi kaki maupun lengan yang biasanya disertai dengan demam. Tahap akhir serangan gout atau gout kronik ditandai dengan polyarthritis yang berlangsung sakit dengan tofi yang besar pada kartilago, membrane synovial, tendon dan jaringan halus. Tofi terbentuk di jari, tangan, lutut, kaki, ulnar, helices pada telinga, tendon achiles dan organ internal seperti ginjal. Kulit luar mengalami ulcerasi dan mengeluarkan pengapuran, eksudat yang terdiri dari Kristal asam urat.




















Pathoflow Diagram

 


Genetik                                                    Sekresi asam urat berkurang                Produksi asam urat >>


Gangguan metabolism purin
gout
 



        Hiperurisemia & serangan sinovitis
               Akut berulang-ulang

           Penimbunan Kristal urat
          Monohidrat monosodium
 

 Penimbunan asam urat di korteks &                                           Penimbunan Kristal pada membran synovial                         reaksi inflamasi pada ginjal                                                                       &  tulang rawan artikular

Terjadi hilinisasi & fibrosis pada glomerulus                                      Erosi tulang rawan, poliferasi synovial &
pembentukan panus
       Pielonefritis, sklerosis arteriola
                atau nefritis kronis                                                                               Degenerasi tulang rawan sendi

   Terbentuk batu & asam urat, GGK,                                                            Terbentuk tofus serta fibrosis &
            Hipertensi, & sklerosis                                                                                 ankilosis pada tulang

Perubahan bentuk tubuh
pada tulang & sendi
Ggn konsep diri, citra diri
Hambatan mobilitas fisik
Nyeri
Ggn. Pola Tidur
 


E.    TANDA DAN GEJALA
ü Nyeri  tulang sendi
ü Kemerahan dan bengkak pada tulang sendi
ü Tofi pada ibu jari, mata kaki dan pinna telinga
ü Peningkatan suhu tubuh.

Gangguan akut :
o    Nyeri hebat
o    Bengkak dan berlangsung cepat pada sendi yang terserang
o    Sakit kepala
o    Demam.



Gangguan kronis :
o    Serangan akut
o    Hiperurisemia yang tidak diobati
o    Terdapat nyeri dan pegal
o    Pembengkakan sendi membentuk noduler yang disebut tofi (penumpukan monosodium urat dalam jaringan).


F.    PENATALAKSANAAN
Tujuan : untuk mengakhiri serangan akut secepat mungkin, mencegah serangan berulang, dan pencegahan komplikasi.
Ø  Pengobatan serangan akut dengan Colchicine 0,6 mg (pemberian oral), Colchicine 1,0-3,0 mg (dalam NaCl intravena), phenilbutazone, Indomethacin.
Ø  Sendi diistirahatkan (imobilisasi pasien)
Ø  Kompres dingin
Ø  Diet rendah purin
Ø  Terapi farmakologi (Analgesic  dan antipiretik)
Ø  Colchicines (oral/IV) tiap 8 jam sekali untuk mencegah fagositosis dari Kristal asam urat oleh netrofil sampai nyeri berkurang.
Ø  Nonsteroid, obat-obatan anti inflamasi (NSAID) untuk nyeri dan inflamasi.
Ø  Allopurinol untuk menekan atau mengontrol tingkat asam urat dan untuk mencegah serangan.
Ø  Uricosuric (Probenecid dan Sulfinpyrazone) untuk meningkatkan ekskresi asam urat dan menghambat akumulasi asam urat (jumlahnya dibatasi pada pasien dengan gagal ginjal).
Ø  Terapi pencegahan dengan meningkatkan ekskresi asam urat menggunakan probenezid 0,5 g/hari atau sulfinpyrazone (Anturane) pada pasien yang tidak tahan terhadap benemid atau menurunkan pembentukan asam urat dengan Allopurinol 100 mg 2 kali/hari.
G.    KOMPLIKASI
o    Erosi, deformitas dan ketidakmampuan aktivitas karena inflamasi kronis dan tofi yang menyebabkan degenerasi sendi.
o    Hipertensi dan albuminuria.
o    Kerusakan tubuler ginjal yang menyebabkan gagal ginjal kronik.

H.    PENCEGAHAN
o  Pembatasan purin : Hindari makanan yang mengandung purin yaitu : Jeroan (jantung, hati, lidah ginjal, usus), Sarden, Kerang, Ikan herring, Kacang-kacangan, Bayam, Udang, Daun melinjo.
o  Kalori sesuai kebutuhan : Jumlah asupan kalori harus benar disesuaikan dengan kebutuhan tubuh berdasarkan pada tinggi dan berat badan. Penderita gangguan asam urat yang kelebihan berat badan, berat badannya harus diturunkan dengan tetap memperhatikan jumlah konsumsi kalori. Asupan kalori yang terlalu sedikit juga bisa meningkatkan kadar asam urat karena adanya badan keton yang akan mengurangi pengeluaran asam urat melalui urine.
o  Tinggi karbohidrat : Karbohidrat kompleks seperti nasi, singkong, roti dan ubi sangat baik dikonsumsi oleh penderita gangguan asam urat karena akan meningkatkan pengeluaran asam urat melalui urine.
o  Rendah protein : Protein terutama yang berasal dari hewan dapat meningkatkan kadar asam urat dalam darah. Sumber makanan yang mengandung protein hewani dalam jumlah yang tinggi, misalnya hati, ginjal, otak, paru dan limpa.
o  Rendah lemak : Lemak dapat menghambat ekskresi asam urat melalui urin. Makanan yang digoreng, bersantan, serta margarine dan mentega sebaiknya dihindari. Konsumsi lemak sebaiknya sebanyak 15 persen dari total kalori.
o  Tinggi cairan : Selain dari minuman, cairan bisa diperoleh melalui buah-buahan segar yang mengandung banyak air. Buah-buahan yang disarankan adalah semangka, melon, blewah, nanas, belimbing manis, dan jambu air. Selain buah-buahan tersebut, buah-buahan yang lain juga boleh dikonsumsi karena buah-buahan sangat sedikit mengandung purin. Buah-buahan yang sebaiknya dihindari adalah alpukat dan durian, karena keduanya mempunyai kandungan lemak yang tinggi.
o  Tanpa alkohol : Berdasarkan penelitian diketahui bahwa kadar asam urat mereka yang mengonsumsi alkohol lebih tinggi dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi alkohol. Hal ini adalah karena alkohol akan meningkatkan asam laktat plasma. Asam laktat ini akan menghambat pengeluaran asam urat dari tubuh.




ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN ARTHRITIS GOUT
I.    Pengkajian
Pengumpulan data klien, baik subjektif ataupun objektif melalui anamnesis riwayat penyakit, pengkajian psikososial, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan diagnostik.
1.     Anamnesis
·         Identitas
Meliputi nama, jenis jenis kelamin ( lebih sering pada pria daripada wanita ), usia ( terutama pada usia 30- 40), alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi kesehatan, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Pada umumnya keluhan utama pada kasus gout adalah nyeri pada sendi metatarsofalangeal ibu jari kaki kemudian serangan bersifat poli – artikular. Gout biasanya mengenai satu atau beberapa sendi. Untuk memeperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode PQRST.
o    Provoking Incident : hal yang menjadi factor presipitasi nyeri adalah gangguan metabolism puroin yang ditandai dengan hiperurisemia dan serangan sinovitis akut berulang.
o    Quality of pain: nyeri yang dirasakan bersifat menusuk.
o    Region, Radiation, Relief: Nyeri pada sendi metatarsofalangeal ibu jari kaki.
o    Severity (Scale) of pain: Nyeri yangdirasakan antara 1-3 pada rentang pengukuran 0-4. Tidak ada hubungan antara beratnya nyeri dan luas kerusakan yang terlihat pada pemeriksaan radiologi.
o    Time: Berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
·         Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data dilakukan sejak munculnya keluhan dan secara umum mencakup awitan gejala dan bagaimana gejala tersebut berkembang. Penting ditanyakan berapa lama pemakaian obat analgesic, alopurinol.
·         Riwayat Penyakit dahulu
Pada pengkajian ini, ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya gout (mis: penyakit gagal ginjal kronis, leukemia, hiperparatiroidisme). Masalah lain yang perlu ditanyakan adalah pernahkah klien dirawat dengan masalah yang sama. Kaji adanya pemakaian alcohol yang berlebihan, penggunaan obat diuretik.
·         Riwayat penyakit keluarga
Kaji adanya keluarga dari generasi terdahulu yang mempunyai keluhan yang sama dengan klien karena klien gout dipengaruhi oleh factor genetic. Ada produksi/ sekresi asam urat yang berlebihan dan tidak diketahui penyebabnya.

·         Riwayat psikososial
Kaji respon emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat. Respons didapat meliputi adanya kecemasan individu dengan rentang variasi tingkat kecemasan yang berbeda dan berhubungan erat dengan adanya sensasi nyeri, hambatan mobilitas fisik akibat respon nyeri, dan ketidaktahuan akan program pengobatan dan prognosis penyakit dan peningkatan asam urat pada sirkulasi. Adanya perubahan peran dalam keluarga akibat adanya nyeri dan hambatan mobilitas fisik memberikan respon trhadap konsep diri yang maladaptif.

2.     Pemeriksaan fisik dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan umum dan pemeriksaan setempat.
·         B1 (Breathing)
Inspeksi: bila tidak melibatkan system pernafasan, biasanya ditemukan kesimetrisan rongga dada, klien tidak sesak nafas, tidak ada penggunaan otot bantu pernafasan.
Palpasi : Taktil fremitus seimbang kanan dan kiri.
Perkusi : Suara resonan pada seluruh lapang paru.
Auskultasi : Suara nafashilang/ melemah pada sisi yang sakit, biasanya didapatkan suara ronki atau mengi.
·         B2 (Blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik, sering ditemukan keringat dingin dan pusing karena nyeri. Suara S1 dan S2 tunggal.
·         B3(Brain)
ü    Kepala dan wajah
:
Ada sianosis.
ü    Mata
:
Sklera biasanya tidak ikterik, konjungtiva anemis pada kasus efusi pleura hemoragi kronis.
ü    Leher
:
Biasanya JVP dalam batas normal.
·         B4 (Bladder)
Produksi urine biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada system perkemihan, kecuali penyakit gout sudah mengalami komplikasi ke ginjal berupa pielonefritis, batu asam urat, dan gagal ginjal kronik yang akan menimbulkan perubahan fungsi pada system ini.
·         B5 (Bowel)
Kebutuhan elimknasi pada kasus gout tidak ada gangguan, tetapi tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, warna, serta bau feses. Selain itu, perlu dikaji frekuensi, kepekatan, warna, bau, dan jumlah urine. Klien biasanya mual, mengalami nyeri lambung. Dan tidak nafsu makan, terutama klien yang memakan obat alnagesik dan antihiperurisemia.
·         B6 ( Bone ). Pada pengkajian ini di temukan:
o  Look. Keluhan nyeri sendi yang merypoakan keluhan utama yang mendorong klien mencari pertolongan (meskipun mungkin sebelumnya sendi sudah kaku dan berubah bentuknya). Nyeri biasanya bertambah dengan gerakan  dan sedikit berkurang dengan istirahat. Beberapa gerakan tertentu kadang menimbulkan  nyeri yang lebih dibandingkan dengan  gerakan yang lain. Deformitas sendi (pembentukan tofus) terjadi dengan temuan salah satu sendi pergelangan kaki secara perlahan membesar.
o  Feel. Ada nyeri tekan pda sendi kaki yang membengkak.
o  Move. Hambatan gerak sendi biasanya seamkin bertambah berat.

3.     Pemeriksaan diasnostik. Gambaran radiologis pada stadium dini terlihat perubahan yang berarti dan mungkin terlihat osteoporosis yang ringan. Pada kasus lebih lanju, terlhat erosi tulang seperti lubang-lubang kecil (punch out).

II.    Diagnosa Keperawatan
1.   Nyeri sendi b. d peradangan sendi, penimbunan kristal pada membrane sinovia, tulang rawan artikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus.
2.   Hambatan mobilisasi fisik b. d penurunaan rentang gerak, kelemahan otot, pada gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan, proloferasi sinovia, dan pembentukan panus.
3.   Gangguan citra diri b. d perubahan bentuk  kaki dan terbenuknya tofus.
4.   Perubahan pola tidur b.d  nyeri.

















III.   Rencana Dan Implementasi Keperawatan

Dk. I : Nyeri sendi b. d peradangan sendi, penimbunan Kristal pada membrane sinovia, tulang rawan arikular, erosi tulang rawan, prolifera sinovia dan pembentukan panus.
Tujuan keperawatan       : Nyeri berkurang, hilang, teratasi.
Kriteria hasil                  :
o   Klien melaporkan penelusuran nyeri.
o   menunjukan perilaku yang lebiih rileks.
o   memperagakan keterampilan reduksi nyeri.
o   Skala nyeri 0 – 1 atau teratasi.
INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
  • Kaji lokasi, intensitas,an tipe nyeri. Observasi kemajuan nyeri ke daerah yang baru. Kaji nyeri dengan skala0 – 4.

  • Bantu klien dalam  mengidentifikasi factor pencetus.
  • Jelaskan dan bantu klien terkait dengan tindakan pereda nyeri nonfamakologi dan non – invasif.

  • Ajarkan relaksasi: teknik terkait ketegangan otot rangka yang dapat mengurangi intensitas nyeri.

  • Ajarkan metode distraksi selama nyeri akut.
  • Tingkatkan pengetahuaan  tentang penyebab nyeri dan hubungan dengan berapa lama nyeri akan berlangsung.

  • Hindarkan klien meminum alcohol, kafein, dan obat diuretik.


KOLABORASI
  • Kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian alopurinol

·         Nyeri merupakan respon subjektif yangbdapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri. Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cedera.
·         Nyeri dipengaruhi oleh kecemasan dan peradangan pada sendi.
·         Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan farmakologilain menunjukan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
·         Akan melancarkan peredaran darah sehingga kebutuhan oksigen pada jaringan terpenuhi dan mengurangi nyeri.
·         Mengalikan perhatian klien terhadap nyeri ke hal yang menyenangkan.
·         pegetahuan tersebut membatu mengurangi nyeri dan dapat menbatumeningkatkan kepatuhan klien terhadap rencana terapeutik
·         pemakaian alkohol, kafein, dan obat-obatan diuretik akan menambah peningkatan kadar asam urat dalam serum.

·         Alopurinol menghambat biosentesis asam urat sehingga menurunkan kadar asam urat serum.





Dk. II : Hambatan mobilisasi fisik b. d penurunaan rentang gerak, kelemahan otot, pada gerakan, dan kekakuan pada sendi kaki sekunder akibat erosi tulang rawan, proloferasi sinovia, dan pembentukan panus.
Tujuan keperawatan : klien mampu melaksanakan aktifitas fisik sesuai dengan kemampuannya.
Kreteria hasil            :
o   klien ikut dalam program latihan
o   tidak mengalami kontraktur sendi
o   kekuatan otot bertambah
o   klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas dan mempertahankan koordinasi optimal.
INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
·         Kaji mobilitas yang ada dan observasi adanya peningkatan kerusakan.
·         Ajarkan klien melakukan latihan gerak aktif pada ekstermitas yang tidak sakit.
·         Bantu klien melakukan latihan ROM dan perawatan diri sesuai toleransi.
·         Pantau kemajuan dan perkembangan kemamapuan klien dalam melakukan aktifitas

KOLABORASI
·         Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk latihan fisik klien.

·         Mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas.
·         Gerakan aktif memberi masa tonus, dan kekuatan otot, serta memperbaiki fungsi jantung dan pernafasan.
·         Untuk mempertahankan fleksibilitas sendi sesuai kemampauan.
·         Untuk mendeteksi perkembangan klien.


·         Kemampuan mobilisasi ekstermitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisik dari tim fisioterapi.


Dk. III : Gangguan citra diri b. d perubahan bentuk  kaki dan terbenuknya tofus.
Tujuan perawatan      : Citra diri klien meningkat
Kriteria hasil             :
o   Klien mampu mengatakan atau mengkomunikasikan dengan  orang terdekat tentang situasi dan perubahan yang terjadi
o   mampu menyatakan penerimaan  diri terhadap situasi
o   mengakui dan menggabungkan perubhan dalam konsep diri dengan cara yang akurat tanpa merasakan harga dirinya negatif.
INTERVENSI
RASIONAL
MANDIRI
§  Kaji perubhan perspsi dan hubungannya  dengan derajat kletidak mampuan.

§  Ingantkan kembali realitas bahwa masih dapat menggunakan sisi yang sakit dan belajar mengontrol sisi yang sehat.

§  Bantu dan ajurkan perawatan yang baik dan memperbaiki kebiasaan.

§  Anjurkan orang terdekat untuk mengizinkan klien melakukan sebanyak mungkin hal untuk dirinya.

§  Bersama klien mencari alternatif koping yang positif.

§  Dukung prilaku atau usaha peningkata minat atau partisipasi dalam aktifitas rehabilitasi.
KOLABORASI
  • Kolaborasi denagn ahli neuropsikologi dan konseling bila da indikasi .

§  Menetukan bantuan individual dalm menyusun rencana perawatan atau pemilihan intervensi
§  Membantu klien melihat bahwa  peraat menerima kedua bagian dari seluruh tubuh dan mulai menerima situasi baru.

§  Membantu meningkatkan perasaan harga diri dan mengontrol lebih dari satu area kehidupan.
§  Menghidupkan kembali perasaan mandiri dn membatu perkemabangan harga diri serta memengaruhi proses rehabilitasi.
§  Dukungan perawat kepada klien dapat meningkat kan rasa percaya diri klien.
§  Klien dapat beradaptasi terhadap perubahan dan memahami peran individu dimasa mendatang.

§  Dapat memfasilitasi perubahan peran yang penting untuk perkembangan perasaan.


DK IV : Perubahan Pola Tidur b/d Nyeri.
Kriteria Hasil : Klien dapat memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur.
INTERVENSI
RASIONAL
·        Tentukan kebiasaan tidurnya dan perubahan saat tidur.
·        Buat rutinitas tidur baru yang dimasukkan dalam pola lama dan lingkungan baru.



·        Tingkatkan regimen kenyamanan waktu tidur, misalnya mandi hangat dan massage.


·        Gunakan pagar tempat  tidur sesuai indikasi ; rendahkan tempat tidur jika memungkinkan.

·        Kolaborasi dalam pemberian obat sedative, hipnotik sesuai dengan indikasi.
·       Mengkaji pola tidurnya dan mengidentifikasi intervensi yang tepat.
·       Bila rutinitas baru mengandung aspek sebanyak kebiasaan lama, stress dan ansietas yang berhubungan dapat berkurang
     Membantu menginduksi tidur
·       Dapat merasakan takut jatuh karena perubahan ukuran dan tinggi tempat tidur, memberikan kenyamanan pagar tempat untuk membantu mengubah posisi.

·       Tidur tanpa gangguan lebih menim- bulkan rasa segar, dan pasien mungkin tidak mampu untuk kembali ke tempat tidur bila terbangun.
·       Di berikan untuk membantu pasien tidur atau istirahat.


IV.    Intervensi Keperawatan
Hasil akhir yang diharapkan pada asuhan keperawatan klien gout adalah sebagai berikut :
1)   Nyeri berkurang atau terjadi perbaikan tingkat kenyamanan.
2)   Meningkatkan atau mempertahankan tingkat mobilitas.
3)   Mengalami perbaikan citra diri.
4)   Kebutuhan istirahat dan tidur terpenuhi.



2.3  RHEUMATOID ARTHRITIS

A.  PENGERTIAN
Ø Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi. (Arif Muttaqin, 2008;322)
Ø Artritis Reumatoid (AR) adalah kelainan inflamasi yang terutama mengenai mengenai membran sinovial dari persendian dan umumnya ditandai dengan dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas, dan keletihan. (Diane C. Baughman. 2000).
Ø Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi kronik dengan manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.  (Arif  Mansjour. 2000).
Ø Artritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang menyerang perifer dan mencakup muskulus, tendon, ligament dan pembuluh darah. (Lippinccott Williams & Wilkins. 2006;478).
Ø Rematoid Artritis merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik kronik yang manifestasi utamanya adalah poliartritis yang progresif, akan tetapi penyakit ini juga melibatkan seluruh organ tubuh.(Hidayat, 2006).
Ø Jadi, Rheumatoid Artritis adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik kronis, yang melibatkan seluruh organ tubuh tetapi umumnya mengenai membran sinovial dari persendian yang ditandai dengan nyeri persendian, kaku sendi, penurunan mobilitas dan keletihan yang ditandai dengan nyeri persendian dan dengan manifestasi utama poliartritis progresif.  (Kesimpulan kelompok).

Istilah rheumatism berasal dari bahasa Yunani, rheumatismos, yang berarti mukus; suatu cairan yang dianggap jahat, mengalir dari otak ke sendi dan struktur lain tubuh sehingga menimbulkan rasa nyeri. Reumatoid arthritis (RA) adalah penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak diketahui penyebabnya. Karakteristik RA adalah  terjadinya kerusakan dan proliferesi pada membran synovial, yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan deformitus. Mekanisme imunologis tampak berperan penting dalam memulai dan timbulnya penyakit ini. Pendapat lain mengatakan, artritis reumatoid adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai sistem organ. Penyakit ini adalah salah satu dari sekelompok penyakit jaringan penyambung disfus yang diperantai oleh imunitas.
 











Gambar : Artritis r heumatoid pada jari tangan

B.  INSIDEN
Artritis reumatoid terjadi kira – kira 2,5 kali lebih sering menyerang wanita daripada pria (price,1995). Menurut  Noer S (1996) perbandingan antara wanita dan pria sebesar 3 : 1, dan pada wanita usia subur perbandingan mencapai 5 : 1. Jadi perbandingan antara wanita dan pria kira – kira 1 : 2,5 – 3. Insiden meningkat dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita. Kacenderungan insiden yang terjadi pada wanita dan wanita subur diperkirakan karena adanya ganguan dalam keseimbangan hormonal (estrogen) tubuh, namun hingga kini belum dapat dipastikan apakah factor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini. Penyakit ini biasanya pertama kali muncul pada usia 25 – 50 tahun, puncaknya adalah antara usia 40 hingga 60 tahun. Penyakit ini menyerang orang – orang diseluruh dunia, dari berbagai suku bangsa. Sekitar satu persen orang  dewasa menderita Artritis reumatoid yang jelas, dan dilaporkan bahwa di amerika serikat setiap tahun kira – kira 750 kasus baru per satu juta penduduk.

C.  ETIOLOGI
Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor – faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi.
Dari penelitian muntakhir, diketahui pathogenesis Artritis reumatoid dapat terjadi akibat rantai peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetik. Terdapat kaitan dengan pertanda genetik seperti HLA-Dw4 dan HLA-DR5 pada orang kulit putih. Namun pada orang amerika berkulit hitam, jepang, dan Indian Chippewa, hanya ditemukan kaitannya dengan HLA-Dw4.
D.  PATOFISIOLOGI
Pada Artritis reumatoid, reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan synovial. Proses fagositosis  menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan emnimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisita otot dan kekuatan kontraksi otot.
Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang subcondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (akilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub condrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritis  berbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus.







Pathoflow Diagram
 

Inflamasi non-bakterial disebabkan oleh infeksi, endokrin, autoimun, emtabolik, dan factor genetic, serta factor lingkungan
Artritis reumatoid
Kelainan pada tulang
tenosinovitis
Kelainan pada jaringan
Ekstra-artikular

sinovitis
gambaran khas
nadul subkutan
Nyeri
Nekrosis dan
kerusakan dalam
ruang sendi
Hyperemia dan
pembengkakan
Invasi
kolagen
Ruptur tendo
Secara parsial
Atau lokal
Anemia
Osteoporosis
generalisata
splenomegali
gangguan mekanisme
dan fungsional
pada sendi
Instabilitas dan
Deformitas sendi
Erosi tulang &
Kerusakan pada
Tulang rawan
hambatan
mobilitas fisik
Atrofi otot
Inflamasi keluar
Ekstra-artikular
saraf
Kelenjar limfe
sistemik
Miopati
Neuropati perifer
gangguan sensori
 












Kelemahan fisik
                                                                                                                                                                                                                                                       
defisit perawatan diri
resiko truma
gambaran khas
nadul subkutan

Perubahan bentuk tubuh pada tulang
dan sendi
ansietas
kebutuhan informasi
gangguan konsep diri, citra diri
Perikarditis, miokarditis,
Dan radang katup jantung
Kegagalan
fungsi jantung
 




E.  MANIFESTASI KLINIS
Adanya beberapa manifestasi klinis yang lazim ditemukan pada klien Artritis reumatoid. Manifestasi ini tidak harus timbul sekaligus pada saat yang bersamaan. Oleh karena penyakit ini memiliki manifestasi klinis yang sangat bervariasi.
·       Gejala – gejala konstitusional, misalnya lelah, anoreksia, berat badan menurun dan demam. Terkadang dapat terjadi kelelahan yang hebat.
·       Poliartritis simetris, terutama pada sendi periper, termasuk sendi – sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi –sendi interfalangs distal. Hampir semua sendi diartrodial dapat terserang.
·       Kekakuan dipagi hari selama lebih dari satu jam, dapat bersifat generalisata tetapi terutama menyerang sendi – sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis, yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selalu berulang dari satu jam.
·       Artritis erosive, merupakan ciri khas Artritis reumatoid pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik melibatkan erosi di tepi tulang dan dapat dilihat pada radiogram.

Deformitas
Kerusakan dari struktur – struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Dapat terjadi pergeseran urnal atau deviasi jari, subluksasi sendi matakarpofalangenal, deformitas boutonniere, dan leher angsa merupakan beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada klien. Pada kaki terdapat protrusi (tonjolan) kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi matatersal. Sendi – sendi yang sangat besar juga dapat terangsang dan akan mengalami pengurangan kemampuan begerak terutama dalam melkukan gerakan ekstensi.
Nodul – nodul reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita Artritis reumatoid. Lokasi yang paling sering dari doformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau disepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian nodul – nodul ini dapat juga timbul pada tempat – tempat lainnya. Adanya nodul – nodul ini biasanya merupakan suatu petunjuk penyakit yang aktif dan lebih barat.
Manifestasi ekstraartikuler, artritis reumatoid juga dapat menyerang juga dapat menyerang organ – organ lain diluar sendi. Jantung (perikarditis), paru  -paru (pleuritis), mata, dan pembuluh darah dapat rusak.




Manifestasi Ekstraartikuler dari Arthritis Rheumatoid
Organ
Manifestasi
Kulit
Nodula subkutan
Vaskulitis, menyebabkan bercak – bercak coklat.
Lesi – lesi skimotik.
Jantung
Perikarditis
Temponade pericardium (jarang)
Lesi peradangan pada miokardium dan katup jantung
Paru – paru
Pleuritis dengan atau tanpa efusi
Peradangan pada paru – paru
Mata
Skleritis
System saraf
Neuropati perifer
Sindrom kompresi perifer, termasuk sindrom carpal tunner, neuropati saraf ulnaris, paralisis peronealis, dan abnormalitas vertebra servikal.
Sistemik
Anemia (sering)
Osteoporosis generalisata
Sindrom felty
Sindrom sjogren (keratokonjungtivitis sika)
Amiloidosis (jarang).


F.   KRITERIA DIAGNOSTIK
Kriteria diagnostik AR disusun untuk pertama kalinya oleh suatu komite khusus dari American Rheumatism Association (ARA) pada tahun 1956. Karena kriteria tersebut dianggap tidak spesifik dan terlalu rumit untuk digunakan dalam klinik, komite tersebut melakukan peninjauan kembali terhadap kriteria klasifikasi AR tersebut pada tahun 1958.
Dengan kriteria tahun 1958 ini ini seseorang dikatakan menderita AR klasik jika memenuhi 7 dari 11 kriteria yang ditetapkan, definit jika memenuhi 5 kriteria, probable jika memenuhi 3 kriteria dan possible jika hanya memenuhi 2 kriteria saja. Walaupun kriteria tahun 1958 ini telah digunakan selama hampir 30 tahun, akan tetapi dengan terjadinya perkembangan pengetahuan yang pesat mengenai AR, ternyata diketahui bahwa dengan menggunakan kriteria tersebut banyak dijumpai kesalahan diagnosis atau dapat me-masukkan jenis artritis lain seperti spondyloarthro-pathy seronegatif, penyakit pseudorheumatoid akibat deposit calcium pyrophosphate dihydrate, lupus erite-matosus sistemik, polymyalgia rheumatica, penyakit Lyme dan berbagai jenis artritis lainnya sebagai AR.
Pembagian AR sebagai classicdefiniteprobable dan possible, secara klinis juga dianggap tidak relevan lagi. Hal ini disebabkan karena dalam praktek sehari hari, tidak perlu dibedakan penata-laksanaan AR yang classic dari AR definite. Selain itu seringkali penderita yang terdiagnosis sebagai menderita AR probable ternyata menderita jenis artritis yang lain.
Walaupun peranan faktor reumatoid dalam pato-genesis AR belum dapat diketahui dengan jelas, dahulu dianggap penting untuk memisahkan kelompok penderita seropositif dari seronegatif. Akan tetapi pada faktanya, faktor reumatoid seringkali tidak dapat dijumpai pada stadium dini penyakit atau pembentukannya dapat ditekan olehdisease modifying anti-rheumatic drugs (DMARD). Selain itu spesifisitas faktor reumatoid ternyata tidak dapat diandalkan karena dapat pula dijumpai pada beberapa penyakit lain. Dua kriteria tahun 1958 yang lain seperti analisis bekuan musin dan biopsi membran sinovial memerlukan prosedur invasif sehingga tidak praktis untuk digunakan dalam diagnosis rutin.

Kriteria American Rheumatism Association untuk Artritis Reumatoid, Revisi 1987.
Kriteria
Definisi
1. Kaku pagi hari
Kekakuan pada pagi hari pada persendian dan disekitarnya, sekurangnya selama 1 jam sebelum perbaikan maksimal
2. Artritis pada 3 daerah
Pembengkakan jaringan lunak atau persendian atau lebih efusi (bukan pertumbuhan tulang) pada sekurang-kurangnya 3 sendi secara bersamaan yang diobservasi oleh seorang dokter. Dalam kriteria ini terdapat 14 persendian yang memenuhi kriteria yaitu PIP, MCP, pergelangan tangan, siku pergelangan kaki dan MTP kiri dan kanan.
3.Artritis pada  persendian tangan
Sekurang-kurangnya terjadi pembengkakan satu persendian tangan seperti yang tertera diatas.
4. Artritis simetris
Keterlibatan sendi yang sama (seperti yang tertera pada kriteria 2 pada kedua belah sisi, keterlibatan PIP, MCP atau MTP bilateral dapat diterima walaupun tidak mutlak bersifat simetris.
5. Nodul rheumatoid
Nodul subkutan pada penonjolan tulang atau permukaan ekstensor atau daerah juksta-artrikular yang diobservasi oleh seorang dokter.
6. Faktor rheumatoid serum
Terdapatnya titer abnormal faktor reumatoid serum yang diperiksa dengan cara yang memberikan hasil positif kurang dari 5% kelompok kontrol yang diperiksa.
7. Perubahan gambaran
Perubahan gambaran radiologis yang radiologis khas bagi arthritis reumotoid pada periksaan sinar X tangan posteroanterior atau pergelangan tangan yang harus menunjukkan adanya erosi atau dekalsifikasi tulang yang berlokalisasi pada sendi atau daerah yang berdekatan dengan sendi (perubahan akibat osteoartritis saja tidak memenuhi persyaratan).

Untuk keperluan klasifikasi, seseorang dikatakan menderita artritis reumatoid jika ia sekurang-kurangnya memenuhi 4 dari 7 kriteria di atas. Kriteria 1 sampai 4 harus terdapat minimal selama 6 minggu. Pasien dengan dua diagnosis tidak dieksklusikan. Pembagian diagnosis sebagai artritis reumatoid klasik, definit, probable atau possible tidak perlu dibuat.

* PIP : Proximal Interphalangeal, MCP : Metacarpophalangeal, MTP: Metatarsophalangeal.

G.  PENATALAKSANAAN
Tujuan utama dari program pengobatan adalah untuk menghilangkan nyeri dan peradangan, mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari klien, serta mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi. Penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan – jutuan itu meliputi pendidikan, istirahat, latihan fisik dan termoterapi, gizi, serta obat – obatan.
Pengobatan harus deberikan secara paripurna, karena penyakit sulit sembuh. Oleh karena itu, pengobatan dapat dimulai secara lebih dini. Klien harus diterangkan mengenai penyakitnya dan diberikan dukungan psikologis. Nyeri dikurangi atau bahkan dihilangkan, reaksi inflamasi harus ditekan, fungsi sendi dipertahankan, dan deformitas dicegah dengan obat antiinflamasi nonsteroid, alat penopang ortopedis, dan latihan terbimbing.
Pada keadaan akut kadang dibutuhkan pemberian steroid atau imunosupresan. Sedangkan, pada keadaan kronik sinovektomi mungkin berguna bila tidak ada destruksi sendi yang luas. Bila terdapat destruksi sendi atau deformitas dapat dianjurkan dan dilakukan tindakan artrodesis atau artroplastik. Sebaiknya pada revalidasi disediakan bermacam alat bantu untuk menunjang kehidupan sehari – hari dirumah maupun ditempat karja.
Langkah pertama dari program penatalaksanaan Artritis reumatoid adalah memberikan pendidikan kesehatan yang cukup tentang penyakit kepada klien, keluarganya, dan siapa saja yang berhubungan dengan klien. Pendidikan kesehatan yang diberikan meliputi pengertian tentang patofisiologi penyakit, penyebab dan prognosis penyakit, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit, dan metode-metode yang efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan kesehatan ini harus dilakukan secara terus – menerus. Pendidikan dan informasi kesehatan juga dapat diberikan dari batuan klub penderita, badan – badan kemasyarakatan, dan orang – orang lain yang juga menderita Artritis reumatoid, serta keluarga mereka.
Istirahat adalah penting karena Artritis reumatoid biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat timbul setiap hari, tetapi ada masa – masa dimana klien marasa keadaannya lebih baik atau lebih berat. Kekakuan dan rasa tidak nyaman dapat meningkat apabila beristirahat. Hal ini memungkinkan klien dapat dapat mudah terbangun dari tidurnya pada malam hari karena nyeri. Disamping itu latihan – latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, dan sebaiknya dilakukan sedikitnya dua kali sehari. Obat-obatan penghilang nyeri mungkin perlu diberikan sebelum latihan, dan mandi parafin dengan suhu.
Dibawah ini adalah contoh-contoh obat yang dapat diberikan :
·       NSAIDs
Obat anti-infalamasi nonsteroid (NSAID) dapat mengurangi gejala nyeri dan mengurangi proses peradangan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ibuprofen dan natrium naproxen. Golongan ini mempunyai risiko efek samping yang tinggi bila di konsumsi dalam jangka waktu yang lama.
·       Kortikosteroid
Golongan kortikosteroid seperti prednison dan metilprednisolon dapat mengurangi peradangan, nyeri dan memperlambat kerusakan sendi. Dalam jangka pendek kortikosteroid memberikan hasil yang sangat baik, namun bila di konsumsi dalam jangka panjang efektifitasnya berkurang dan memberikan efek samping yang serius.
·       Obat remitif (DMARD)
Obat ini diberikan untuk pengobatan jangka panjang. Oleh karena itu diberikan pada stadium awal untuk memperlambat perjalanan penyakit dan melindungi sendi dan jaringan lunak disekitarnya dari kerusakan.  Yang termasuk dalam golongan ini adalah klorokuin, metotreksat salazopirin, dan garam emas.







ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN RHEUMATOID ARTHRITIS
I. Pengkajian

Pengkajian merupakan tahap awal dan landasan dalam proses keperawatan. Untuk itu, diperlukan kecermatan dan ketelitian dalam menangani masalah klien sehingga dapat memberi arah terhadap
1.     Anamnesis.
Anamnesis dilakukan untuk mengetahui :
·         Identitas meliputi nama, jenis kelamin, usia,alamat, agama, bahasa yang digunakan, status perkawainan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, dan diagnosis medis.
Pada umunya keluhan utama artritis reumatoid adalah nyeri pada daerah sendi yang mengalami masalah.Untuk mempperoleh pengkajian yang lengkap tentang nyeri klien, perawat dapat menggunakan metode PQRST.
o     Provoking incident : Hal yang menjadi faktor  presipitasi nyeri adalah peradangan.
o     Quality Of Painn: Nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien bersifat menusuk.
o     Region,Radition,Relief : Nyeri dapat menjalar atau menyebar , dan nyeri terjadi di sendi yang mengalami masalah.
o     Severity(scale) Of Pain: Nyeri yang dirasakan ada diantara 1-3 pada rentang skala pengukuran 0-4.
o     Time : Berapa lama nyeri berlangsung,kapan,apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
·       Riwayat penyakit sekarang.Pengumpulan data dilakukan sejak keluhan muncul.Pada klien artritis reumatoid , stadium awal biasanya ditandai dengan gangguan keadaan umum berupa malaise,penurunan berat badan,rasa capek,sedikit panas,dan anemia. Gejala lokal yang terjadi berupa pembengkakan,nyeri,dan gangguan gerak pada sendi metakarpofalangeal. Perlu dikaji kapan gangguan sensorik muncul.Gejala awal terjadi pada sendi.Persendian yang paling sering terkena adalah sendi tangan,pergelangan tangan,sendi lutut,sendi siku,pergelangan kaki,sendi bahu,serta sendi panggul, dan biasanya bersifat bilateral/simetris.Akan tetapi,kadang artritis  reumatoid dapat terjadi hanya pada satu sendi.
·       Riwayat penyakit dahulu.Pada pengkajian ini,ditemukan kemungkinan penyebab yang mendukung terjadinya artritis reumatoid.Penyakit tertentu seperti penyakit diabetes menghambat proses penyembuhan artritis reumatoid.Masalah lain yang perlu ditanyakan adalah apakah klien pernah dirawat dengan masalah yang sama.Sering klien ini menggunakan obat antireumatik jangka panjang sehingga perlu dikaji jenis obat yang digunakan(NSAID,antibiotik,dan analgesik).
·       Riwayat penyakit keluarga. Kaji tentang adakah keluarga dari generasi terdahulu yang mengalami keluhan yang sama dengan klien.
·       Riwayat psikososial. Kaji respon emosi klien terhadap penyakit dan perannya dalam keluarga dan masyarakat.Klien ini dapat mengalami ketakutan akan kecacatan karena perubahan bentuk sendi dan pandangan terhadap dirinya yang salah(gangguan citra diri).Klien ini juga dapat mengalami penurunan libido sampai tidak dapat melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan kelemahan fisik serta nyeri.Klien artritis reumatoid akan merasa cemas tentang  fungsi tubuhnya sehingga perawat perlu mengkaji mekanisme koping klien. Kebutuhan tidur dan istirahat  juga harus dikaji,selain lingkungan,lama tidur,kebiasaan,kesulitan,dan pengguanaan obat tidur.
2.     Pemeriksaan fisik.Setelah melakukan anamnesis,pemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data anamnesis .Pemeriksaan fisik dilakukan per sistem (B1-B6) dengan fokus pemeriksaan B6(Bone) yang dikaitkan dengan keluhan klien.
·            B1 (Breathing).Klien artritis reumatoid tidak menunjukkan kelainan sistem pernapasan pada saat inspeksi.Palpasi toraks menunjukkan taktil fremitus seimbang kanan dan kiri. Pada auskultasi,tidak ada suara napas tambahan.
·            B2 (Blood). Tidak ada iktus jantung pada palpasi.Nadi mungkin meningkat,iktus tidak teraba.Pada auskultasi,ada suara S1 dan S2 tunggal dan tidak ada murmur.
·            B3(Brain).Kesadaran biasanya kompos mentis.Pada kasus yang lebih parah,klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
*       Kepala dan wajah    : Ada sianosis.
*       Mata                       : Skelera biasanya tidak ada ikterik.
*       Leher                      : Biasanya JVP dalam batas normal
*       Telinga                    :Tes bisik atau Weber masih dalam keadaan normal.Tidak ada Lesi atau nyeri tekan.
*       Hidung                    : Tidak ada deformitas,tidak ada pernapasan cuping hidung.
*       Mulut dan faring      : Tidak ada pembesaran tonsil,gusi tidak terjadi  perdarahan,mukosa mulut tidak pucat.
*       Status mental          : penampilan dan tingkah laku klien biasanya tidak mengalami perubahan.
·           B4 (Bladder). Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada sistem perkemihan.
·           B5 (Bowel). Umumnya klien artritis reumatoid tidak mengalami gangguan eliminasi.Meskipun demikian,perlu dikaji frekuensi,konsitensi,warna serta bau feses.Frekuensi berkemih,kepekatan urin,warna,bau,dan jumlah urin juga harus dikaji.Gangguan gastointestinal yang sering adalah mual,nyeri lambung,yang menyebabkan klien tidak nafsu makan,terutama klien yanmg menggunakan obat reumatik dan NSAID.Peristaltik yang menurun menyebabkan klien jarang defekasi.
·           B6 (Bone )
ü Look   : Didapatkan adanya pembengkakan yang tidak biasa                              (abnormal ),deformitas pada daerah sendi kecil tangan, pergelangan kaki,dan sendi besar lutut,panggul dan pergelangan tangan.Adanya degenerasi serabut otot memungkinkan terjadinya pengecilan,atrofi otot yang disebabkan oleh tidak digunakannya otot akibat inflamasi sendi.Sering ditemukan nodul subkutan multipel.
ü Feel    : Nyeri tekan pada sendi yang sakit.
ü Move  : Ada gangguan mekanis dan fungsional pada sendi dengan                     manifestasi nyeri bila menggerakan sendi yang sakit. Klien  sering mengalami kelemahan fisik sehingga mengganggu aktifitas hidup sehari-hari.
Pemeriksaan diagnostik :
ü Pemeriksaan radiologi
Pada tahap awal, foto rontgen tidak menunjukkan kelainan yang mencolok. Pada tahap lanjut, terlihat rarefaksi korteks sendi yang difus dan disertai trabekulasi tulang, obliterasi ruang sendi yang memberi perubahan degeneratif berupa densitas, iregullaritas permukaan sendi, serta spurring marginal. Selanjutnya bila terjadi destruksi tulang rawan, akan terlihat penyempitan ruang sendi dengan erosi pada beberapa tempat.













II.  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan pada yang dapat ditemukan pada klien rumatoid arthritis (doengoes, 2000) adalah sebagai berikut :
1.   Nyeri akut kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan/ proses inflamasi/ destruksi sendi.
2.   Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
3.   Gangguan citra tubuh/ perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energy atau ketidakseimbangan mobilitas.
4.   Kurang perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak, atau depresi.
5.   Resiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah berhubungan dengan proses penyakit degenerative jangka panjang, system pendukung tidak adekuat.
6.   Kurang pengetahuan/ kebutuhan belajar mengenai penyakit, prognosis, dan pengobatan berhubungan dengan kurang pemajanan/mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

Sementara (Carpenito, 1995) merumuskan diagnosis keperawatan pada klien rheumatoid arthritis adalah sebagai berikut :
1.   Kelemahan berhubungan dengan penurunan mobilitas.
2.   Resiko tinggi kerusakan membrane mukosa oral berhubungan dengan pengaruh obat dan sindrom sjogren.
3.   Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri, fibrosistis.
4.   Resiko tinggi isolasi sosial berhubungan dengan kelemahan dan kesulitan ambulasi.
5.   Gangguan pola seksual berhubungan dengan nyeri, kelemahan, sulit mengatur posisi, dan kurang adekuat lubrikasi.
6.   Gangguan proses keluarga berhubungan dengan kesulitan/ ketidakmampuan klien.
7.   Ketidakberdayaan berhubungan dengan perubahan fisik dan psikologis akibat penyakit.









III. Intervensi dan Implementasi Keperawatan
Rencana asuhan keperawatan pada klien arthritis rheumatoid dibawah ini, disusun berdasarkan diagnosis keperawatan, tindakan keperawatan, dan rasionalisis               (doenges, 2000).

Diagnosa keperawatan I : nyeri akut/kronis berhubungan dengan distensi jaringan akibat akumulasi cairan atau proses inflamasi, destruksi sendi.

Tindakan
Rasional
Mandiri :

1.     Kaji keluhan nyeri, skala nyeri serta catat lokasi dan intensitas, factor-faktor yang mempercepat, dan respon rasa sakit non verbal.
1.     Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan efektifitas program.
2.     Berikan matras/ kasur keras, bantal kecil. Tinggikan tempat tidur sesuai kebutuhan.
2.     Matras yang lembut/ empuk, bantal yang besar akan menjaga  pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian  tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
3.     Biarkan klien mengambil posisi yang nyaman waktu tidur atau duduk di kursi. Tingkatkan istirahat di tempat tidur sesuai indikasi
3.     Pada penyakit yang berat/ eksaserbasi, tirah baring mungkin diperlukan untuk membatasi nyeri cedera.
4.     Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.
4.      Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi. Imobilisasi yang lama dapat mengakibatkan hilang mobilitas/ fungsi sendi.
5.     Anjurkan klien untuk sering merubah posisi,. Bantu klien untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
5.     Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi.

6.     Anjurkan klien untuk mandi air hangat. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi yang sakit. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
6.     meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan menghilangkan kekakuan pada pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
7.     Berikan masase yang lembut.
7.     meningkatkan relaksasi/ mengurangi tegangan otot.
8.     Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif,sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
8.     Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol nyeri dan dapat meningkatkan kemampuan koping.
9.     Libatkan dalam aktivitas hiburan sesuai dengan jadwal aktivitas klien.
9.     Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat.
Kolaborasi :
10.  Beri obat sebelum dilakukan aktivitas/ latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.

10.  Meningkatkan relaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi.
11.   Berikan obat-obatan sesuai petunjuk
·     Asetilsalisilat (Aspirin).









·     NSAID lainnya, missal ibuprofen (motrin), naproksen, sulindak, proksikam (feldene), fenoprofen.

·     D-penisilamin (cuprimine).










·     Antasida


·     Produk kodein
11.  Obat-obatan:
·      Bekerja sebagai antiinflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurani kekakuan dan meningkatkan mobilitas. ASA harus dipakai secara regular untuk mendukung kadar dalam darah teurapetik. Riset mengindikasikan bahwa ASA memiliki indeks toksisitas yang paling rendah dasi NSAID lain yang diresepkan.
·      Dapat digunakan bila klien tidak memberikan respons pada aspirin atau untuk meningkatkan efek dari aspirin.
·      Dapat mengontrol efek-efek sistemik dari RA jika terapi lainnya tidak berhasil. Efek samping yang lebih berat misalnya trombositopenia, leucopenia, anemia aplastik membutuhkan pemantauan yang ketat. Obat harus diberikan diantara waktu makan, karena absorbs obat menjadi tidak seimbang antara makanan dan produk antasida dan besi.
·      Diberikan bersamaan dengan NSAID untuk meminimalkan iritasi/ ketidaknyamanan lambung.
·      Meskipun narkotik umumnya adalah kontraindikasi, namun karena sifat kronis dari penyakit, penggunaan jangka pendek mungkin diperlukan selama periode eksaserbasi akut untuk mengontrol nyeri yang berat.
12.  Bantu klien dengan terapi fisik, missal sarung tangan paraffin, bak mandi dengan kolam bergelombang.
12.  Memberikan dukungan hangat/ panas untuk sendi yang sakit.
13.  Berikan kompres dingin jika dibutuhkan.
13.  Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak pada periode akut.
14.  Pertahankan unit TENS jika digunakan.
14.  Rangsang elektrik tingkat rendah yang konstan dapat menghambat transmisi nyeri.
15.  Siapkan intervensi pembedahan, missal sinovektomi.
15.  Pengangkatan sinovium yang meradang dapat mengurangi nyeri dan membatasi progresi dan perubahan degeneratif.
Diagnosa Keperawatan II : Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri/ ketidaknyamanan, intoleransi terhadap aktivitas atau penurunan kekuatan otot.
Tindakan
Rasional
Mandiri :

1.     Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi.
1.     Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari proses inflamasi.
2.     Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan. Buat  jadwal aktivitas yang sesuai dengan toleransi untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganggu.
2.     Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting, untuk mencegah kelelahan, dan mempertahankan kekuatan.
3.     Bantu klien dengan rentang gerak aktif/pasif, demikian juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan
3.     Mempertahankan/ meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum. Latihan yang tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi.
4.     Ubah posisi klien setiap dua jam dengan bantuan personel yang cukup. Demonstrasikan/ bantu teknik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas.
4.     Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Mempermudah perawatan diri dan kemandirian klien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit.
5.      Posisikan sendi yang sakit dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, dan bebat, brace.
5.     Meningkatkan stabilitas ( mengurangi resiko cidera ) dan mempertahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh serta dapat mengurangi kontraktur.
6.     Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
6.     Mencegah fleksi leher.
7.     Dorong klien mempertahankan postur tegak dan duduk, berdiri, dan berjalan.
7.     Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas.
8.     Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi/kloset, menggunakan pegangan tangga pada bak/pancuran dan toilet, penggunaan alat bantu mobilitas/kursi roda. 
8.     Menghindari cidera akibat kecelakaan/ jatuh.
Kolaborasi :
9.     Konsultasi dengan ahli terapi fisik/okupasi dan spesialis vokasional.

9. berguna dalam memformulasikan program latihan/ aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasi alat/bantuan mobilitas.
10.  Berikan matras busa/  pengumbah tekanan.
10. Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilisasi / terjadi dekubitus.

11. Berikan obat – obatan sesuai indikasi :
·         Agen antireumatik, mis garam emas, natrium tiomaleat.







·         Steroid.
11. Obat – obatan :
·         Krisoterapi  (  garam emas ) dapat menghasilkan remisi dramatis  /  terus – menerus tetapi dapat mengakibatkan inflamasi rebound bila terjadi penghentian atau dapat terjadi efek samping serius, misl krisis nitrotoid seperti pusing, penglihatan kabur, kemerahan tubuh, dan berkembang menjadi syok anafilaktik.
·         Mungkin dibutuhkan untuk menekan inflamasi sistemik akut.
12. Siapkan intervensi bedah :
·         Atroplasti.


·         Prosedur pelepasan tunnel, perbaikan tendon,ganglionektomi.
·         Implan sendi.
12. Intervensi bedah :
·         Perbaikan pada kelemahan periartikuler dan subluksasi dapat meningkatkan stailitas sendi.
·         Perbaikan berkenaan dengan defek jaringan penyambung, dan mobilitas.
·         Pergantian mungkin diperlikan untuk memperbaiki fungsi optimal dan mobilitas.


Diagnosa Keperawatan III : Gangguan citra tubuh / perubahan penampilan peran berhubungan dengan perubahan kemapuan untuk melakukan tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi atau ketidakseimbangan mobilitas.

Tindakan
Rasional
Mandiri :
1.     Dorongn klien mengungkapakan perasaannya melalui proses penyakit dan harapan masa depan.

1.     Memberikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut / kesalahan konsep dan mampu menghadapi masalah secara langsung.
2.     Diskusikan arti dari kehilangan  / perubahan pada klien / orang terdekat. Pastikan bagaimana pandangan pribadi klien dalam  berfungsi dalam gaya hidup sehari – hari, termasuk aspek –aspek seksual.
2.     Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi / konseling lebih lanjut.
3.     Diskusikan persepsi klien ,mengenai bagaimana  orang terdekat menerima keterbatasan klien.
3.     Isyarat verbal / nonverbal orang terdekat dapat memengaruhi bagaimana klien memandang dirinya sendiri.
4.     Akui dan menerima perasaan berduka, bermusuhan, serta ketergantungan.
4.     Nyeri konstan akan melelahkan, perasaan marah, dan bermusuhan umum terjadi.
5.     Obesrvasi perilaku klien terhadap kemungkinan menarik diri, menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan tubuh.
5.     Dapat menujukkan emosional atau metode koping maladatif, membutuhkan intervensi  lebih lanjjut / dukungan psikologis.
6.     Susun batasan pada perilaku maladatif. Bantu klien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu mekanisme koping yang adaptif.
6.     Membantu klien untuk mempertahankankontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri.
7.     Ikut sertakan klien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal akitvitas.
7.     Meningkatkan perasaan kompetensi/  harga diei, mendorong kemandirian, dan mendorong partisipasi dalam terapi.
8.     Bantu kebutuhan perawat yang diperlukan klie.
8.     Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri.
9.     Berikan respon/ pujian positif bila perlu.



9.     Memungkinkan klien untu merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan prilaku positif, dan meningkatkan rasa percaya diri.
Kaloborasi :
10.  Rujuk pada konseling psikiatri, mis perawat spesialis psikiatri, psikiatri/ psikolog,pekerjaan sosial.
10. Klien/ orang terdekat mungkin mebutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang/ ketidakmampuan.
11.  Berikan obat – obatan sesuai petunjuk, mis antiasietas dan obat – obatan eningkatan alam perasaan
11. Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai klien mampu mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif.


Diagnosa Keperawatan IV : kurang keperawatan diri b.d krusakan muskloskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri saat bergerak atau depresi.

Tindakan
Rasional
Mandiri :
1. Diskusikan dengan klien tingkat fungsional umum sebelum timbulnya/ eksaserbasi penyakit dan risiko perubahan yang diantisipasi.


1. Klien mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
2. Pertahan kan mobilitas, kontrol terhadap nyeri, dan program latihan.

2. Mendukung kemandirian fisik/ emosional klien.
3. Kaji hambatan kliendalam partisipasi perawatan diri. Identifikasi/ buat rencana untuk modifikasi lingkungan.

3. Menyiapkan klien untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri.
Kalaborasi :
4. Konsultasi dengan ahli terapi okupasi.

4. Berguna dalam menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individu, misal memasang kancing, menggunakan alat bantu, memakai sepatu , atau menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran.

5. Mengatur evaluasi kesehatan di rumah sebelum dan setelah pemulang.
5. Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat ketidakmampuan aktual. Memberikan lebih banyak keberhasilan usaha tim dengan orang lai yang ikut serta dalam perawatan, misaltim terapi okupasi.

6. Membuat jadwal konsul dengan lembaga lainnya, misal pelayanan perawatan di rumah, ahli nutrisi.

6. Klien mungkin membutuhkan berbagi bantuan tambahan untuk partisipasi situasi di rumah.



Diagnosa keperawtan V : Risiko tinggi kerusakan penatalaksanaan pemeliharaan rumah   b . d proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.

Tindakan
Rasional
Mandiri :
1. Kaji tingkat fungsional fisik klien.

1.Mengidentifikasi tingkat bantuan/ dukungan yang diperlukan klien.
2. Evaluasi lingkungan sekitar untuk mengkaji kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri sendiri.
2. menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan klien.
3. Tentukan sumber –sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pedukung yang tersedia untuk klien, misalnya membagi perbaikan/ tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga atau pelayanan.
3. Menjamin bahwa kebutuhan klien  akan  dipenuhi secara terus – menerus.
4. Identifikasi peralatan yang  diperlukan untuk mendukung aktivitas klien, misalnya peninggian dudukan toilet, kursi roda.
4. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang untuk menunjang aktivitas klien di rumah.
Kolaborasi :
5. Koordinasi evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi.

5. Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara- cara untuk mengubah berbagai tugas dalam mempertahankan kemandirian.
6. Identifikasi sumber – sumber komunitas, misal pelayanan pembatu rumah tangga, pelayan sosial ( bila ada).
6. Memberkan kemudahan berpindah pada/ mendukung kontinuitas dalam situasi rumah.

Diagnosa keperawatan VI : kurang pengetahuan / kebutuhan belajar mengenai panyakit, prognosis, dan penobatan b . d kurang pemajanan/ mengingat, kesalahan interpretasi informasi.

Tindakan
Rasional
Mandiri :
1. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.

1. Memberikan pengetahuan di mana klien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi yang disampaikan.

2. Diskusikan kebiasaan klien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet, obat-obatan, serta program diet seimbang, latihan, dan istirahat.
2. Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendi/ jaringan lain guna mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas.

3. Bantu klien dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasiyang realitis, periodeistirahat,perawatan diri, pemberian obat -obatan,terapi fisik,dan manajemen stres.
3. Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada wakru menangani proses penyakit kronis yang kompleks.
4. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
4. Keuntungan dari terapi obat –obatan tergantung ketepatan dosis, misal aspirin harus diberikan secara reguleruntuk mendukung kadar terapeutik darah 18- 25 mg.

5. Rekomendasikan pengunaan aspirin bersalut/ dibuper enterik atau salisilat nonasetil, misal kolin magnesium trisalisilat
5. Preparat bersalut/ dibuper dicerna dengan makanan, meminmimalkan iritasi gaster, mengurangi risiko perdarahan. Produk nonastil sedikit dibutuhkan untuk mengurangi iritasi lambung.

6. Anjurkan kliean untuk mencerna  obat-obatan dengan makanan,susu atau antasida.
6. Membatasi iritasi gaster. Penggurangan nyeri akan meningkatkan kualitas tidur san meningkatkan kadar darah serta mengurangi kekuatan di pagi hari.

7. Identifikasi efek samping oabt-obatan yang merugkan, misal tinitus, intoleransi lambung, perdaraha gastrointestinal, dan ruam purpurik.
7. Memperpanjang dan memaksimalakan dosis aspirrin dapat mengakibatkan takar lajak ( overdosis). Tinitus umumnya mengidentifikan kadar terapeutik darah yang tinggi. Jika terjadi tinitus, dosis umumnya diturunkan menjadi satu tablet setiap tiga hari sampai berhenti.

8. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat yang dijual bebas tanpa prsetujuan dokter.
8. Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi.(misal obat diare, pilek)yang dapat meningkatkan risiko overdosis obat / efek samping  yang bebahaya.

9. Tinjuan pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein, dan zat besi.

9. Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan regenerasi sel.
10. Dorong klien yang obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunaan  berat badan sesuai kebutuhan.

10. Penurunan berat badan akan mengurangi tekananan sendi, terutama pinggul, lutut,pergelanagan kaki,dan telapak kaki.

11. Berikan informaasi mengenai alat bantu, missal bermain barang-barang yang bergerak, tongkat untuk mengambil, piring-piring ringan, tempat duduk toilet yang dapat dinaikkan, palang keamanan.

11. Mengurangin paksaan untuk menggunakan sendi dan meungkinkan individu untuk serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan.
12. Diskusikan teknik menghemat energy, missal duduk lebih baik daripada berdiri dalam menyiapkan makanan dan mandi.

12. Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian.
13. Dorong klien untuk mempertahankan posisi tubuh yang benar, baik saat istirahat maupun saat aktivitas, misal menjaga sendi tetap meregang tidak fleksi.

13. mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup lklien untuk mengurang tekanan sendi dan nyeri.
14. Tinjau perlunya infeksi sering pada kulit lainnya dibawah bebet, gips, alat penyokong. Tunjukan pemberian bantalan yang tepat.






14.Mengurangi resiko iritasi / kerusakan kulit.
15. Diskusikan pentingnya obat- obatan lanjutan/pemeriksaan laboratorium, misal LED, kadar salisilat, PT.
15.Terapi obat – obatan membutuhkan pengkajian / perbaikan yang terus- menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah overdosis, serta efek samping yang berbahay, misal aspirin memperpanjang PT, peningkatan risiko perdarahan. Krisoterapi akan menekan trombosit, potensi risiko untuk trombositopenia.

16. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan.
16. Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan teknik dan / pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri / percaya diri.

17. Identifikasi sumber-sumber komunikasi, misal yayasan artritis (bila ada).
17. bantuan / dukungan dari orang lain dapat meningkatkan pemulihan maksimal.



IV.   Evaluasi
Hasil asuhan keperawatan yang diharapkan adalah sebagai berikut :
1)   Terpenuhunya penuruna dan peningkatan adaptasi nyeri.
2)   Tercapainya fungsi sendi dan mencegah terjadinya deformitas.
3)   Tercapainya peningkatan fungsi anggota gerak yang terganggu.
4)   Tercapainya pemenuhan perawatan diri.
5)   Tercapainya penatalaksanaan pemeliharaan rumah dan mencegah penyakit degeneratif jangka panjang.
6)   Terpenuhinya pendidikan dan latihan dalam rehabilitasi. 



  

BAB III
PENUTUP


1.1    Kesimpulan
Gout adalah penyakit metebolik yang ditandai dengan penumpukan asam urat yang nyeri pada tulang sendi, sangat sering ditemukan pada kaki bagian atas, pergelangan dan kaki bagian tengah. Artritis pirai (gout) merupakan suatu sindrom klinik sebagai deposit kristal asam urat di daerah persendian yang menyebabkan terjadinya serangan inflamasi akut. Penyebab utama terjadinya gout adalah karena adanya deposit / penimbunan kristal asam urat dalam sendi. Penimbunan asam urat sering terjadi pada penyakit dengan metabolisme asam urat abnormal dan Kelainan metabolik dalam pembentukan purin dan ekskresi asam urat yang kurang dari ginjal.
Arthritis rheumatoid adalah penyakit inflamasi nonbakterial yang bersifat sistemik, progresif, cenderung kronis yang menyerang beberapa sistem organ, dan paling sering ditemukan di sendi. Penyebab Artritis reumatoid masih belum diketahui secara pasti walaupun banyak hal mengenai patologis penyakit ini telah terungkap. Penyakit Artritis reumatoid belum dapat dipastikan mempunyai hubungan dengan factor genetik . namun, berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi antoimun. Faktor – faktor yang berperan antara lain adalah jenis kelamin, infeksi, keturunan dan lingkungan. Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa faktor yang berperan dalam timbulnya penyakit Artritis reumatoid adalah jenis kelamin, keturunan, lingkungan, dan infeksi.

1.2    Saran
Diharapkan mahasiswa dapat memahami materi yang telah kami susun ini, dan dapat menginterpretasikan di dalam melakukan tindakan keperawatan dalam praktik, khususnya pada pasien yang menagalami gangguan sistem muskuloskeletal : Gout dan Rheumatoid Arthritis, dan mampu memberikan asuhan keperawatan yang sesuai.


  
  
DAFTAR PUSTAKA



*    Lukman, Ningsih, Nurna. 2009. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jilid 1. Jakarta : Salemba Medika.
*    Muttaqin, Arif. 2008. Buku Aajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Muskuloskeletal. Cet.1. Jakarta : EGC.
*    Price, Sylvia.A. 2006. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Ed.6 ; Cet.1 ; Jil.II. Jakarta : EGC.
*    Setiadi. 2007. Anatomi dan Fisiologi Manusia. Cet. 1. Yogyakarta : Graha Ilmu.
*    Suratun. 2008. Asuhan Keperawatan Klein Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Cet. 1.               Jakarta : EGC.
*    Syaifiddin. 2006. Anatomi Fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Ed.3 ; Cet. 1.              Jakarta : EGC.

1 komentar:

  1. ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN MUSKULOSKELETAL : ARTHRITIS GOUT DAN RHEUMATOID ARTHRITIS

    BalasHapus